Skip to main content

Cisanti ( Hulu Sungai Citarum ) adalah Sumber Kehidupan Kita


"Untuk anak - anak muda yang baginya semua senti waktu adalah ruang untuk mencari"
Di kutip dari "Menjadi Manusia Indonesia, Radar Panca Dahana"


Siapa yang tidak kenal Sungai Citarum, sebuah sungai terpanjang & terbesar di Jawa Barat dengan tingkat pencemaran paling tinggi kerena nilai sejarah dan ekonominya. Sekitar 500 Pabrik berdiri di alirannya sedangkan kehidupan banyak orang sangat tergantung dengan kehidupan sungai Citarum ini. Darimanakah Hulu sungai Citarum ini berasal ( sungai yang bermuara di karawang ) ???


Ini dia Sumber Kehidupan Kita, Cisanti ( Hulu sungai Citarum ) yang terletak di bawah kaki Gunung Rakutak, penduduk sekitar menyebutnya si rawing. Danau seluas 8Ha yang di kelola Perhutani, sayang sekali pinggiran danau ini banyak sekali sampah banyak wisatawan yang membuang sampah sembarangan di danau secantik ini. Sebuah danau yang berada di ketinggian sekitar 1500 - 2000 meter yang di kelilingi gunung mati diantaranya : Gunung wayang, gunumg windu, gunung kancana, gunung puntang, gunung jaya, gunung Ipis , gunung kendang,  gunung Guha, gunung Gambung sedaningsih, dan gunung kamasan semakin mempercantik danau ini. 

Berjalan - jalan mengelilingi danau yang sejuk ini kita disambut oleh pohon - pohon ekaliptus yang menjulang tinggi dan kulit - kulitnya mengelupas, air yang cukup tenang langit yang cerah sangat menghipnotis kita. membuat kita malas untuk pulang kembali kerumah . Jika kita berkunjung di hari minggu banyak sekali orang - orang yang memancing dan berenang di danau ini. Terdapat beberapa jenis ikan di danau ini mujaer , paray, bogo, nila, ikan mas, dan nilem




" Sebuah View Unik kami dapatkan sebelah langit mendung dan sebelah lagi terang, adakah yang mau menjelaskan tentang fenomena ini ???. Saya baru pertama kali menyaksikan fenomena ini."

Kawasan Situ Cisanti ini awalnya hanya danau dan rawa, tapi pada tahun 2001 pemerintah mulai membenahi dan membangun parit selebar 1,5m di pinggiran seputaran kaki gunung, sebagai usaha menahan longsoran tanah yang mungkin terbawa dan akan mengakibatkan sedimentasi danau. Selain itu dibangun juga 2 buah pintu air di kiri dan kanan yang merupakan awal aliran sungai Citarum menuju perkampungan Tarumajaya tempat masyarakat sekitar menggunakannya untuk keperluan rumah tangga, pertanian, dan peternakan mereka.


Situ Cisanti berada di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, dan lokasinya tepat berada di kaki Gunung Wayang & rakutak. Danau ini terbentuk dari beberapa mata air yang mengalir dari seputaran gunung. Ada tujuh mata air besar yang mengalir menuju danau, yaitu :
1. Mata air Cikahuripan (Pangsiraman)
2. Mata air Mastaka Citarum
3. Mata air Cihaniwung
4. Mata air Cisadane
5. Mata air Cikawedukan
6. Mata air Cikoleberes
7. Mata air Cisanti
Di mata air Cikahuripan dan Mastaka Citarum ini kita bisa melihat langsung bagaimana mata air meluap keluar dari dalam tanah, dari sela-sela pohon besar, dan dari sela-sela bebatuan. Dari dulu banyak orang sengaja datang ke sini untuk berziarah, berdoa, mandi, dan meminum air dari mata air tersebut. Kegiatan ini terutama ramai pada waktu terang bulan di Bulan Maulud. Di kawasan Situ Cisanti ini juga kita bisa mendapati suatu situs petilasan dari Dipati Ukur, seorang Wedana Bupati Priangan, berbentuk serupa makam sepanjang kurang lebih 5m.


Aliran Sungai Citarum ini juga merupakan sumber dari tiga PLTA besar di kawasan Jawa Barat yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Hasil olahannya berupa aliran listrik yang menerangi kehidupan dan aktivitas masyarakat di Pulau Jawa dan Bali. Dan yang tak kalah pentingnya, Citarum juga merupakan sumber air minum bagi masyarakat DKI Jakarta.
Entah apa jadinya nanti, jika saat ini saja aliran air dari Citarum ini sudah semakin rusak karena dijadikan pembuangan sampah, limbah rumah tangga, limbah peternakan, dan limbah industri. Seperti yang telah kita ! temukan ketika menapaki aliran sungai Citarum di kawasan Baleendah beberapa waktu lalu. Sampah dan limbah rumah tangga menyumbang sekitar 70% dari keseluruhan limbah. Diperlukan kesadaran sejak dini untuk menanggulanginya agar sungai Citarum yang indah di hulu ini tidak semakin rusak di hilir dan malah menjadi bencana bagi masyarakat dengan banjir, sampah, dan limbah yang mengakibatkan banyak kerugian.

Setelah memacu motor sekitar tiga jam dari Kopo menuju -  Soreang Banjaran - Cimaung - Pangalengan - Wanasuka - Santosa dan kita tiba di Cisanti yang perlu kita jaga untuk sumber kehidupan kita di masa yang akan datang, untuk anak cucu kita. 


Lelah semasa perjalan terbayar sudah oleh kecantikan cisanti. Jalanan menuju cisanti sangat rusak dan cukup membuat pantat kami berasap sepanjang perjalanan. Namun Lelah hilang terbawa air yang tenang di Cisanti. Walaupun jalan menuju cisanti rusak namun kami tetap menikamtinya karena sepanjang perjanan kami di suguhi kebun teh yang membuat mata ini tak bisa berkedip.





"View Di sepanjang Perjalanan"





"Save Cisanti"







Comments

Popular posts from this blog

“ Exploitasi Gua lalay Majalengka yang belum terjamah, Sunset Cantik & Jernihnya air di Curug Cicangkrung Tamanan Nasional Gunung Ciremai ( TNGC ) Majalengka”

Catatan Perjalanan 8 Juni 2014 Fitri Nurlaela  Masih dengan tema Minimalis Budgetis...ngetrip dengan Low cost. Saya dan dua teman backpacker saya yaitu Danny asal Bandung & Giri asal depok mencoba meng - explore Majalengka Jawa Barat. Berawal dari postingan Ade Imron   Jaelani tentang Gua Lalay Majalengka   di Grup Indonesian Mountain ( Social Media Facebook ), Saya langsung tertarik untuk ngetrip ke Gua lalay. Lalu saya googling mencari litelatur Gua Lalay, saya tidak menemukan web ataupun blog yang memebahas gua Lalay yang kabarnya mirip green canyon. Dari pada buta informasi, akhirnya saya langsung bertanya pada Nara sumber yang pertama kali memposting foto gua lalay tersebut. Ade Imron Zaelani adalah narasumber kami, dia merupakan anggota dari Aspinal foundations & Compas Adventure Majalengka & Rangger di TNGC. Destinasi awal yang kami tuju adalah Gua lalay & Curug Muara Jaya. Namun, Narasumber ( Ade Imron Zaelani ) menyarankan Destinasi lain yaitu Cur

Mengintip Sisi Kawah Galunggung Tasik

Cahaya Siang telah tertutup oleh cahaya malam, waktu liburan yang singkat membuat kami tidak peduli perjalanan itu dilakukan malam atau siang. Mobil kami bak kuda perang yang tengah berlari kencang mengejar musuh di padang terbuka. Sabtu 20 Desember 2014, tepat jam sepuluh malam kami mengawali perjalanan kami dari Bandung menuju Desa Suka Ratu Singgaparna Tasik. Disanalah Tuhan Semesta alam menaburkan Kawah Galungggung yang luasnya kurang lebih 275 Km2 berdiameter 500 meter dengan kedalaman 100 - 150 meter. kami tidak peduli perjalanan kami akan ditemani hujan atau tidak, yang terpenting bebas dari jeratan pasal asap kemacetan. Pergi di tengah malam menghindari asap kemacetan, membuat kita datang kepagian. Deretan bukit, Ladang sawah, Warna – warni kanan & kiri jalan tidak terlihat. Yang terlihat hanya gulita malam yang di selingi siluet dari lampu – lampu  kendaraan serta lampu – lampu rumah. Membuat sang pengemudi harus membuka mata lebar – lebar. Sesekali berpapasan d

Surat Untuk Bapak Kosmara

Teruntuk Almarhum Bapak Kosmara, Aku memulai tulisan ini dengan semacam entah... Sebab ketika aku sedang merindukan seseorang, perasaan dan logikaku selalu membawaku pada sebuah atmosfir yang disebut apa, akupun tak tau?. Sebab rindu itu selalu menyeretku pada sebuah ruang yang entah. Namun, sesuatu yang pasti, beliau akan marah jika aku rindukan. Sebagian orang beruntung pak, hanya terpisahkan jarak dan waktu. Sementara kita terpisahkan dimensi yang berbeda.        Apa Kabar Pak ?, semoga bapak baik-baik saja disana. Aku membawa kabar gembira untuk bapak. Sekarang aku sudah semester 7, kuliah di STKIP Siliwangi Bandung. Judul Proposal penelitianku baru saja diacc pak. Do'akan aku ya pak, semoga aku segera mendapatkan sebuah lebel bernama  sarjana. Oh...iya pak, aku mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, terinspirasi dari bapak.          Sejak pertama kali aku berada di kelas bapak, barang sedetikpun aku tidak mau beranjak dari kelas Sastra Indonesia.